Anak Buah Anies Sebut Reklamasi Ancol Warisan Era Fauzi Bowo

Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menjelaskan duduk persoalan pemberian izin reklamasi di kawasan Taman Impian Jaya Ancol oleh Gubernur Anis Baswedan. Saefullah mengatakan, reklamasi perluasan kawasan reklamasi Ancol itu merupakan warisan perjanjian pada 2009 atau ketika era Gubernur Fauzi Bowo.

Kala itu, kata Saefullah, terdapat perjanjian antara Pemprov DKI dan PT Pembangunan Jaya Ancol untuk memperluas lahan reklamasi. “Penetapan lokasi tersebut juga berpegang pada perjanjian kerja sama antara Pemprov DKI dan PT Pembangunan Jaya Ancol untuk perluasan Ancol Timur seluas 120 hektare pada tahun 2009,” jelas Saefullah dalam keterangan persnya, Jumat (3/7). Hal tersebut juga dicantumkan dalam Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi seluas 35 hektar dan Perluasan Kawasan Rekreasi Taman Impian Jaya Ancol Timur Seluas 120 hektar.

Dalam diktum ketiga beleid tersebut dicantumkan bahwa perluasan lahan kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur dan daratan yang sudah terbentuk seluas kurang lebih 20 hektar yang dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Antara Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan PT Pembangunan Jaya Ancol tanggal 13 April 2009.

Perjanjian kerja sama saat itu mengenai pembuangan lumpur dari hasil pengerukan 13 sungai dan lima waduk pada areal perairan Ancol Barat sebelah Timur Seluas kurang lebih 120 hektar yang terletak di Kelurahan Ancol.

Saefullah sebelumnya menjelaskan, lokasi yang akan diperluas di kawasan Ancol merupakan lokasi yang selama ini digunakan untuk menampung hasil pengerukan sungai Jakarta.

Menurut dia, tanah hasil pengerukan sungai tersebut ditumpuk di wilayah Ancol Timur dan Ancol Barat, dan menempel langsung dengan area yang dikelola Taman Impian Jaya Ancol.

“Penumpukan tanah tersebut pada akhirnya akan membentuk area baru karena proses pemadatan yang dilakukan untuk menjaga agar tanah tidak tercecer ke dasar laut secara tidak teratur,” jelas Saefullah.

Berdasarkan hasil laporan dari program Jakarta Emerging Dredging Initiative (JEDI) dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP), lumpur yang dihasilkan dari pengerukan sungai itu mencapai 3.441.870 meter kubik.

Lumpur yang dibuang tersebut kemudian mengeras dan menghasilkan tanah seluas 20 hektar. Menurut Saefullah, penumpukan tanah akhirnya membentuk area baru karena proses pemadatan.

“Area bentukan baru yang masih menempel dengan daratan Jakarta ini perlu dilakukan pengaturan pemanfaatannya agar tetap mengedepankan kepentingan publik,” tuturnya. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengecek lokasi lahan pembangunan Pulau Reklamasi Teluk Jakarta, Kamis, 7 Juni 2018.

Izin pelaksanaan yang diberikan, salah satunya digunakan untuk pengurusan HPL dari lahan yang sudah ada di Ancol Timur.

“Selama beberapa tahun ini memang sudah terdapat kurang lebih 20 Hektar ‘Tanah Timbul’ yang ada di Ancol Timur, dihasilkan dari lumpur hasil pengerukan sungai-sungai di Jakarta,” jelas Saefullah.

Langkah Anies Baswedan memberi izin reklamasi perluasan kawasan Ancol menuai berbagai kritik dari banyak kalangan. Bahkan DPRD DKI Jakarta menyebut Anies bukan sosok pemimpin yang bisa memegang perkataan atau janjinya saat Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak menyinggung janji kampanye Anies kala itu yang menyatakan menolak reklamasi pantai utara Jakarta.

Anies bahkan menyatakan akan menghentikan reklamasi jika terpilih sebagai gubernur.

“Artinya, enggak ngerti kita, apa omongan dia yang bisa kita pegang,” kata Gilbert saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (2/7).

Diketahui Anies telah mengeluarkan izin pengembangan kawasan rekreasi untuk PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk dengan total luas 155 hektar.

Izin reklamasi Ancol terbit dalam bentuk Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi seluas 35 hektar dan Perluasan Kawasan Rekreasi Taman Impian Jaya Ancol Timur seluas 120 hektar tertanggal 24 Februari 2020.

Yuanita R Silalahi