Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi fase pertama segera berakhir pada Jumat (2/7). PSBB transisi yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam upaya memerangi virus corona di ibu kota dinilai masih punya pekerjaan rumah besar.
Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menilai kebijakan Anies ini masih belum optimal karena tidak diiringi dengan penegakkan aturan yang berlaku. Sehingga, menurutnya, di lapangan masih banyak pelanggaran yang diabaikan oleh Pemprov DKI.
“Harusnya kan kita punya Pergub 41, tapi yang terjadi kemudian, itu banyak enggak diterapkan, hanya beberapa (perkantoran) yang disegel, tapi bagi masyarakat yang melanggar tidak ditindak,” kata Trubus saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (30/6) malam.
Aturan yang dimaksud Trubus yakni Peraturan Gubernur Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 di Jakarta.
Menurut Trubus, pada PSBB transisi Pemprov DKI kurang tegas dalam menindak pelanggaran. Padahal, pada fase PSBB dua bulan sebelumnya, Pemprov terlihat masih cukup garang menindak para pelanggar aturan dalam PSBB.
Di sisi lain, selama PSBB transisi ini juga Pemprov DKI cenderung lembek menindak orang-orang yang berkerumun. Ini merujuk sejumlah aksi demonstrasi terjadi selama PSBB transisi di Jakarta.
Dalam catatan CNNIndonesia.com, sejumlah aksi demonstrasi terjadi di Jakarta pada masa PSBB transisi yakni aksi penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di depan Gedung DPR/MPR, dan aksi demonstrasi oleh kader PDI Perjuangan di sejumlah Markas Kepolisian Jakarta yang meminta kepolisian mengusut insiden pembakaran bendera PDI Perjuangan.
Selain itu aksi sejumlah orang tua murid yang menolak aturan usia dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi juga sempat meramaikan ibu kota selama PSBB transisi.
“Demo-demo itu kan berkerumun banyak orang, itu kan harus bertindak membubarkan. Ini kan jadi catatan juga, artinya polda melalui gubernur seharusnya bisa berkoordinasi membubarkan (demo-demo) itu,” tutur Trubus.
Lihat juga: Ombudsman Tindaklanjuti Laporan Orang Tua Murid soal PPDB DKI
Trubus juga menilai sejumlah kebijakan pelonggaran tempat-tempat umum di Jakarta tidak tepat. Misalnya, pembukaan kembali tempat-tempat wisata dan car free day (CFD). Menurut dia, pembukaan kembali tempat-tempat itu berpotensi memunculkan klaster baru penyebaran virus corona.
Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Zuliansyah menilai kebijakan PSBB transisi Pemprov DKI ini masih belum cukup transparan. Menurut dia, tingkat partisipasi publik terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat Anies dan jajarannya masih rendah.
Hal ini terlihat dari masih banyak warga yang tak mengikuti anjuran penggunaan masker maupun protokol hidup sehat pencegahan penyebaran virus corona.
“Transparansi itu berkorelasi dengan partisipasi. Bagaimana mengajak publik untuk terlibat, berpartisipasi kalau publik enggak tahu sebenarnya apa yang harus dilakukan,” jelas Zuliansyah.
Kemunculan Klaster Pasar
Dari sisi epidemiologis, penerapan PSBB transisi Jakarta perlu banyak pembenahan. Ahli epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman mengatakan salah satu yang perlu diperbaiki di Jakarta adalah potensi kemunculan klaster yang belum dapat diminimalkan.
“Terutama saya melihat potensi klaster pasar, restoran, klaster gedung perkantoran dan klaster LP/Rutan yang belum mendapat prioritas,” tutur Dicky.
Berdasarkan catatan Perumda Pasar Jaya per Selasa (30/6), sebanyak 142 pedagang di sejumlah pasar di Jakarta positif terinfeksi virus corona. Hasil tersebut didapat setelah Pasar Jaya melakukan tes swab di 68 pasar terhadap 6.624 pedagang.
Sementara itu, berdasarkan data yang dipaparkan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) per Jumat (26/6), jumlah pedagang pasar di Jakarta yang positif Covid-19 sudah mencapai 192 orang dan berasal dari 26 pasar di Jakarta.
“Klaster pasar tradisional luar biasa besar potensinya di Indonesia. Ini bom waktu saja,” kata Dicky.
Kendati demikian, Dicky menyebut bahwa pemerintah pusat dan Pemprov DKI harus membuat strategi khusus untuk menangani klaster pasar. Menurut dia, setiap klaster penyebaran memiliki karakteristik tersendiri.
“Membuat strategi untuk klaster-klaster harus dilihat karakter setiap kluster itu sendiri. Karena masing-masing berbeda, tidak bisa disamakan,” tuturnya.
Tambahan 3.676 Kasus Positif di PSBB Transisi
Jika dilihat secara jumlah kasus positif, selama pelaksanaan PSBB transisi di Jakarta penambahan kasus positif masih terus naik.
Berdasarkan data dari laman pemantauan Covid-19 milik DKI, hingga Selasa (30/6) jumlah kasus positif di Jakarta secara kumulatif mencapai 11.276 kasus. Jumlah tersebut bertambah sebanyak 3.676 kasus selama masa PSBB transisi.
Sebelumnya, pada 4 Juni atau sehari sebelum penerapan PSBB transisi, jumlah kasus positif di Jakarta baru mencapai angka 7.600. Artinya, rata-rata setiap harinya, selama masa PSBB transisi jumlah kasus di Jakarta bertambah 136 kasus.
Pemprov DKI sebelumnya menjelaskan bahwa penambahan kasus positif di Jakarta ini disebabkan oleh meningkatnya kapasitas testing PCR.
Berdasarkan Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, secara kumulatif testing rate pemeriksaan PCR di Jakarta adalah 13.549 tes per 1 juta penduduk, dengan positivity rate testing PCR selama 22-28 Juni yaitu 4,99 persen, sesuai dengan target WHO kurang dari 5 persen.
Dalam periode satu pekan terakhir, Pemprov DKI mencatatkan 2.116 tes per 1 juta penduduk. Jumlah ini melebihi 2,1 kali dari target WHO 1.000 tes per 1 juta penduduk per minggu.
Mengenai peningkatan kapasitas testing ini menurut Dicky Pemprov DKI layak diapresiasi. “Cakupan testing DKI adalah satu-satunya di Indonesia yang memenuhi target WHO, yaitu minimal 1 test per 1.000 orang per minggu,” ujar Dicky.
Meski di sisi lain, jumlah penambahan pasien yang sembuh di Jakarta selama PSBB transisi juga meningkat pesat. Secara kumulatif, jumlah pasien yang sembuh dari virus corona di Jakarta mencapai angka 6.512.
Selama masa PSBB transisi, jumlah pasien yang sembuh mencapai 3.905 orang. Pada 4 Juni atau sehari sebelum penerapan PSBB transisi, jumlah pasien yang sembuh dari virus corona di ibu kota baru 2.607 orang.
Selain itu, jumlah korban meninggal akibat virus corona di Jakarta juga cenderung stagnan. Selama masa PSBB transisi jumlah pasien yang meninggal hanya bertambah 111 orang dari angka 530, sehingga secara kumulatif jumlah korban meninggal di Jakarta hingga Selasa (30/6) mencapai 641 orang.